Orang-orang yang beriman dan hati mereka menjadi tenteram dengan mengingat Allah. Ingatlah, hanya dengan mengingat Allah hati menjadi tenteram." (QS. Ar-Ra’d: 28)
Kebahagiaan sejati bukan sekadar tawa di wajah, melainkan keriangan yang tumbuh dari hati yang menghayati kebenaran. Ia hadir sebagai kelapangan dada yang lahir dari prinsip hidup yang teguh dan dijadikan pedoman dalam setiap langkah.
Kebahagiaan juga bermuara pada ketenangan jiwa, ketika seseorang dikelilingi oleh kebaikan, melihat cahaya harapan dalam sekitarnya, dan merasakan kehadiran nilai-nilai yang meneduhkan. Maka, kebahagiaan bukan dicari di luar, tetapi ditemukan dalam kedalaman hati yang jujur, lapang, dan penuh syukur.
Ada yang memiliki harta, tapi tetap gelisah. Ada yang meraih jabatan tinggi, tapi merasa hampa. Ada pula yang memiliki banyak teman, tapi hatinya terasa sepi. Mengapa begitu? Karena kebahagiaan sejati bukan terletak pada apa yang kita miliki, tetapi pada siapa yang menguasai hati kita.
Dalam bukunya La Tahzan: Jangan Bersedih pada halaman 323, Dr. ‘Aidh al-Qarni menyampaikan sebuah refleksi mendalam tentang makna sejati kebahagiaan. Ia menegaskan bahwa kebahagiaan bukanlah sesuatu yang dapat dibeli atau dimiliki secara lahiriah.
Menurutnya, kebahagiaan itu tidak terletak pada cek yang dicairkan, bukan pada kendaraan mewah yang baru dibeli, tidak pada semerbak wangi bunga, bukan pada gandum yang ditumbuk menjadi makanan, dan bukan pula pada kain mahal yang dibentangkan.
Pesan ini menyiratkan bahwa kebahagiaan hakiki tidak bersumber dari materi, melainkan tumbuh dari dalam hati yang lapang, jiwa yang bersyukur, dan kedamaian yang lahir dari hubungan yang dekat dengan Allah Swt. Itulah kebahagiaan yang tidak lekang oleh zaman (waktu), tidak luntur karena umur, tidak pudar oleh keadaan, dan tidak tergantung pada apa yang dimiliki.
Tauhid bukan sekadar pengakuan lisan bahwa “tiada Tuhan selain Allah.” Tauhid adalah akar dari seluruh kehidupan yang bermakna. Ia adalah kesadaran spiritual bahwa hanya Allah tempat bergantung, hanya kepada-Nya kita menyembah, hanya kepada-Nya kita memohon, dan hanya dengan-Nya hati bisa benar-benar tenang.
Ketika hati bertauhid, dunia tidak lagi menakutkan. Ujian hidup tidak lagi diratapi, tapi dijalani dengan sabar. Kegagalan tidak lagi menyiksa, karena kita yakin bahwa Allah selalu punya rencana yang lebih baik. Dan kesuksesan tidak membuat kita sombong, karena kita tahu semua itu hanyalah titipan.
Tauhid menumbuhkan rasa percaya bahwa apa pun yang terjadi, pasti ada maksud dan hikmahnya. Bahkan ketika pintu-pintu dunia tertutup, hati yang bertauhid tahu bahwa langit selalu terbuka untuk doa. Dalam setiap kesulitan, ia melihat kemungkinan, bukan keputusasaan. Dalam setiap kehilangan, ia tetap memeluk harapan.
Ketenangan yang sejati tidak bisa dibeli. Ia tumbuh di hati yang mengenal Tuhannya. Hati yang tahu bahwa rezeki tidak ditentukan oleh atasan, bahwa keselamatan tidak digantungkan pada kendaraan, bahwa jodoh, ajal, dan masa depan semuanya berada dalam genggaman-Nya.
Dalam bukunya La Tahzan: Jangan Bersedih pada halaman 35, Dr. ‘Aidh al-Qarni menuliskan sebuah pesan spiritual yang menguatkan jiwa: ketika seorang hamba memiliki ketenangan hati bahwa segala sesuatu yang terjadi adalah kebaikan baginya, dan ia menyerahkan seluruh urusannya hanya kepada Rabb-nya, maka saat itulah ia akan berada dalam naungan kasih sayang Allah.
Dengan sikap tawakal yang tulus, hamba tersebut akan mendapatkan pengawasan yang lembut dari Allah, perlindungan dari segala mara bahaya, kecukupan dalam setiap kebutuhan, serta pertolongan yang datang tepat pada waktunya.
Inilah buah dari keyakinan yang teguh dan penyerahan diri yang total, sebuah ketenangan batin yang tak tergoyahkan, karena ia tahu bahwa hidupnya berada dalam genggaman tangan Yang Maha Mengetahui dan Maha Menyayangi.
Maka tak heran, para nabi dan orang-orang shalih bisa tetap tenang di tengah badai hidup. Mereka kehilangan, ditolak, bahkan disakiti, namun hati mereka tetap kokoh, karena mereka bersandar pada Dzat yang tidak pernah meninggalkan.
Tauhid melahirkan keyakinan yang merdeka. Tidak diperbudak dunia, tidak dikendalikan opini manusia. Hati yang bertauhid tahu bahwa ridha Allah lebih penting dari tepuk tangan dunia. Ia tidak mudah iri, tidak mudah cemas, dan tidak mudah goyah.
Di tengah dunia yang bising, tauhid adalah diam yang menenangkan. Di tengah arus kehidupan yang cepat, tauhid adalah jangkar yang menahan kita agar tidak hanyut. Dan di tengah ketidakpastian, tauhid adalah cahaya yang menunjukkan arah.

Masya Allah tabaarakallah, sentuhan kalbu bagai tetesan embun pagi yang menyejukkan dan menumbuhsuburkan keyakinan hingga mendatangkan ketenangan. Good job! apapun yang tersentuh tangan dingin pak ASA pasti sangat bermanfaat semoga menjadi amal jariyah. Aamiin.
BalasHapusHatur nuhun Umi, hanya mengisi kekosongan, jangan sampai lupa dengan rumah sendiri saja 🙏
Hapusslow living bersama tauhid
BalasHapusIya Teh, terima kasih telah berkunjung 🙏
Hapus