Berani mati atau berani hidup ?
Oleh
: Asep Saepul Adha
Motto : عِشْ كَرِيْماً اَوْ
مُتْ شَهِيْدًا
Manakah
yang baik menurut anda, berani hidup atau berani mati ?
Sebagai
ungkapan hormat sekaligus kagum kepada seseorang yang rela mati untuk
mempertahankan kehormatannya keluarlah kata ‘berani mati’, dan kata ‘berani
mati’ sering diungkapkan sebagai rasa kagum terhadap pahlawan yang
mempertahankan kemerdekaan Indonesia. Sekelompok orang melakukan suatu
pekerjaan dengan resiko mati paling besar kadang disebut juga pasukan berani
mati, misalnya pekerja di tower SUTET (Saluran Udara Tegangan Ekstra Tinggi).
Berani
mati untuk apa ? Berani mati tergantung niat, kalau niatnya hanya demi gengsi,
mati konyol namanya, tapi kalau keluarga dalam bahaya sepertinya tidak ada
orang yang takut mati demi mebela keluarganya.
Suatu
ketika saat pergi ke sawah bersama bapak, bapak saya bilang : “bapak tidak
bangga dengan orang yang ‘berani mati’, tapi bapak bangga sama orang yang
‘berani hidup’. Pasukan Berani mati Jepang, mereka naik pesawat, kemudian
menabrakkan pesawatnya ke kapal laut Amerika, gampang sekali”.
Lantas
bapak melanjutkan : “Tuh lihat pasukan ‘berani hidup’ dari jawa (Barat, Tengah
dan Timur) mereka berani hidup ditempatkan dimanapun. Ditempatkan di hutan,
hutan bisa berubah menjadi kebun sayur mayur, buah-buahan, dan palawija
lainnya. Ditempatkan di daerah pasang surut atau daerah gambut, daerah tersebut
berubah jadi kebun karet, kelapa sawit dan berbagai komoditas yang laku di
pasaran. Sulit menjadi orang yang berani hidup daripada berani mati”.
Saya
waktu itu hanya iya-iya saja karena saat itu masih pada masa angan-angan
(kuliyah) alias di dunia maya belum memasuki dunia nyata, belum mengarungi
kehidupan yang penuh dengan riak dan gelombang, belum menemukan onak dan duri
kehidupan.
Ingat
bahwa berani mati itu tidak sama dengan bunuh diri. Bunuh diri adalah dilarang
agama (islam) dan termasuk dosa besar, nabi SAW bersabda :
من قتل نفسه بشيء عذب به
يوم القيامة
“Barangsiapa
yang membunuh dirinya dengan sesuatu, ia akan di adzab dengan itu di hari
kiamat” (HR.
Bukhari no. 6105, Muslim no. 110).
Orang yang melakukan bunuh diri adalah adalah
orang yang takut menghadapi masalah hidup yang dihadapinya, tidak bisa
mengendalikan kapal kehidupan dari gelombang bahkan riak sekalipun. Karena
merasa tidak kuat lagi menahan penderitaan, maka tidak jarang orang mencari jalan pintas, agar segera terbebas
dari derita.
Apakah
ketika sudah mati selesai urusan ? tidak. Justru manusia memasuki babak baru
yaitu namanya masuk ke alam barzah melalui pintu kubur untuk memulai
petualangan baru di alam akhirat. Jadi dapat dipahami bahwa kematian adalah
sebagai awal dari kehidupan baru. Kematian bukanlah suatu akhir dari segala
persoalan hidup, melainkan sebagai awal dari persoalan hidup yang sesungguhnya.
Bagaimana
dengan mati syahid ? apakah orang mati yang membela agama islam ketika perang
semua dikatakan mati syahid ? belum tentu. Dalam sebuah kisah, seorang sahabat
bernama Qotzman meninggal saat perang Uhud, seorang sahabat berkata "Tidak
seorang pun di antara kita yang dapat menandingi kehebatan Qotzman.",
"Sungguh,
dia itu adalah golongan penduduk neraka." Jawab Nabi Muhammad SAW setelah
mendengar perkataan itu, para sahabat heran. Kemudian nabi mengungkapkan bahwa sebenarnya niat yang muncul dalam hati
Qotzman sejak awal sudah keliru. Sebab, sebelum berangkat telah berkata,
"Demi Allah aku berperang bukan karena agama, tetapi hanya sekadar menjaga
kehormatan Madinah agar tidak dihancurkan kaum Quraisy. Aku berperang hanyalah
untuk membela kehormatan kaumku."
Jadi orang itu syahid atau tidak tergantung
pada niat di awal, jadi kalau niatnya bukan lillaah tapi lil yang lain maka
hasilnya pun ‘yang lain’ bukan rido Allah, إِنَّمَا الْأَعْمَالُ
بِالنِّيَّةِ "sesungguhnya
segala perbuatan itu tergantung pada niatnya".
Mantaap...
BalasHapus