Langsung ke konten utama

Tawakal Kepada Allah

Tawakal Kepada Allah

(Perbincangan di saat Sarapan)

Oleh : Asep Saepul Adha

Pada suatu hari Ahad, aku pagi-pagi sudah bersiap mau pergi ke kebun, karena semalam sudah direncanakan bahwa besok pagi mau memanen buah lengkeng. Wadah sudah kupersiapkan, nggak tanggung-tanggung, karung bukan hanya kantong plastik.

Dengan berbekal karung, tangga dan gunting saya berangkat ke kebun. Sampai di kebun kaget bukan kepalang, karena apa yang direncanakan mau memanen buah lengkeng, ternyata buah lengkengnya sudah habis dan hanya tinggal batang dan daunnya, lantas aku berujar "innalillahi wa inna ilaihi rojiun".

 Setelah bekerja sebentar, membersihkan rumput di sekitar tanaman, saya pulang ke rumah.

"Kok cepet pulang Pak, lah mana buah lengkengnya ?" tanya istriku.

"Keduluan kalong Bu" jawabku.

"Kok bisa?" bantah istriku

"Ya karena kita tidak berusaha untuk menghalangi Kalong, misalnya dengan memasang jaring-jaring, cuma berserah diri kepada Allah saja, ya akhirnya seperti ini, padahal tawakal bukan hanya menyandarkan hati kepada Allah semata, namun harus disertai dengan berusaha. Tawakal, bukan berarti seseorang harus meninggalkan sebab yang sudah ditakdirkan (sunnatullah). Bukankah Allah telah berfirman,

 فَاِذَا قُضِيَتِ الصَّلٰوةُ فَانْتَشِرُوۡا فِى الۡاَرۡضِ وَابۡتَغُوۡا مِنۡ فَضۡلِ اللّٰهِ وَاذۡكُرُوا اللّٰهَ كَثِيۡرًا لَّعَلَّكُمۡ تُفۡلِحُوۡنَ 

“Apabila telah ditunaikan shalat, maka bertebaranlah kamu di muka bumi; dan carilah karunia Allah” (QS. Al Jumu’ah [62]: 10).

Dari ayat itu, kita diperintahkan Allah untuk melakukan usaha sekaligus juga diperintahkan untuk bertawakal” jawabku berusaha menjelaskan.

Selanjutnya aku menambahkan : “Bahkan seekor burung saja kalau mau perutnya kenyang dia keluar dari sangkarnya untuk mencari makanan. Sebagaimana disebutkan dalam sebuah hadits yang diriwayatkan oleh imam Ahmad, Tirmidzi, dan Al Hakim yang artinya : “dari Umar bin Al Khaththab radhiyallahu ‘anhu berkata, bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Seandainya kalian betul-betul bertawakal pada Allah, sungguh Allah akan memberikan kalian rezeki sebagaimana burung mendapatkan rezeki. Burung tersebut pergi pada pagi hari dalam keadaan lapar dan kembali sore harinya dalam keadaan kenyang.”

"Ya sudah, ikhlaskan saja" kata istriku menutup perbincangan.

Aku jadi ingat masa kecil dulu ketika aku diajak oleh Bapak ke kebun untuk mengambil buah rambutan. Ketika sampai di kebun kami kaget karena buah rambutannya habis, bahkan bukan hanya buahnya dahannya pun habis, jadi kesimpulannya diambil atau di maling oleh orang. Aku menggerutu marah-marah.

"Jangan menggerutu ya nak, mudah-mudahan menjadi sedekah bagi kita dan mendapatkan pahala kelak di Yaumil Akhir" bapak menenangkanku. "kan ada haditsnya" bapak melanjutkan sambil membacakan haditsnya dan menjelaskan panjang lebar. Saya mendengarkan dengan telaten, dan terpatri dalam hati sampai sekarang.

"Pak, sarapan dulu, baru nanti kerja lagi" terdengar suara isteriku memanggil. Sontak aku sadar, ternyata aku tadi melamun dan membayangkan masa lalu.

Inilah hadits yang bapakku sampaikan dan jelaskan panjang lebar kepadaku :

عَنْ جَابِرٍ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم مَا مِنْ مُسْلِمٍ يَغْرِسُ غَرْسًا إِلاَّ كَانَ مَا أُكِلَ مِنْهُ لَهُ صَدَقَةٌ وَمَا سُرِقَ مِنْهُ لَهُ صَدَقَةٌ وَلاَ يَرْزَؤُهُ أَحَدٌ إِلاَّ كَانَ لَهُ صَدَقَةٌ إِلَى يَوْمِ القِيَامَةِ

Artinya, “Dari sahabat Jabir ra, ia berkata, Rasulullah saw bersabda, ‘Tiada seorang muslim yang menanam pohon kecuali apa yang dimakan bernilai sedekah, apa yang dicuri juga bernilai sedekah. Tiada pula seseorang yang mengurangi buah (dari pohon-)nya melainkan akan bernilai sedekah bagi penanamnya sampai hari Kiamat,’” (HR. Muslim).

Setelah sarapan, kujelaskan pula hadis ini kepada istriku dan anakku, karena kebetulan hari Ahad maka kami bisa sarapan bersama. Aku menjelaskannya persis seperti yang dijelaskan oleh bapakku dulu tanpa kurang sedikitpun.

"Mudah-mudahan ini juga jadi sedekah bagi kita ya Pak, ke depan kita usahakan dulu lah dijaga, baru kita tawakal kepada Allah" kata istriku menutup perbincangan di saat sarapan itu.

Komentar

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Tersungkur dan Tersingkir

Tersungkur dan Tersingkir  Oleh : Asep Saepul Adha  Suasana subuh untuk muhasabah Sebagai makhluk sosial, manusia tidak dapat hidup sendiri di dunia ini. Untuk memenuhi kebutuhan sosial dan emosional mereka, setiap orang membutuhkan interaksi dan hubungan dengan orang lain. Orang yang satu memerlukan orang yang lainnya untuk bersosialisasi dan saling mendukung. Orang kaya membutuhkan orang miskin. Orang kaya mungkin memerlukan tenaga kerja, keahlian, atau pandangan yang berbeda dari mereka yang kurang mampu. Di sisi lain, orang miskin mungkin memerlukan bantuan, peluang, atau bimbingan dari mereka yang lebih beruntung secara materi.  Situasi biasanya memengaruhi cara seseorang berperilaku terhadap orang lain. Banyak orang akan berusaha mendekat dan memikat untuk menjalin hubungan dengan seseorang yang berada dalam kondisi yang baik, seperti memiliki kekayaan atau kesehatan yang baik. Mereka tertarik pada aura positif dan prospek keuntungan dari hubungan. Namun, ketika men...

REST AREA

  REST AREA PERJALANAN MANUSIA Oleh Asep Saepul Adha   Rest Area KM456 (Pendopo)  Sumber : https://www.carmudi.co.id/journal/7-rest-area-terbaik-di-tol-trans-jawa/ Perjalan manusia menuju alam akhirat merupakan perjalanan panjang yang akan melewati beberapa alam. Diawali dari alam arwah, alam rahim, alam dunia, alam barzah, sampai pada alam akhirat dengan tujuan akhit di surga atau neraka. Ketika manusia berada di alam dunia maka sesungguhnya baru mencapai separuh perjalan dan diibaratkan sedang mampir sebentar di Rest Area (meminjam istilah perjalan jauh lewat jalan tol) dan untuk melanjutkan perjalan berikutnya maka diperlukan mengumpulkan bekal sebanyak-banyaknya, karena ketika ruh kita dipisahkan dari raga (meninggal) maka berakhirlah waktu kita untuk mengumpulkan bekal. Mati adalah suatu keharusan ketika kita akan melakukan perjalan (masuk) ke alam Barzah (alam keempat) yang harus dilalui. Coba perhatikan " Rest Area " berikut R uh sudah menjadi bahasan sejak zama...

Di Subuh Yang Syahdu, Saat Yang Tepat Untuk Beribadat

  Di Subuh Yang Syahdu, Saat Yang Tepat Untuk Beribad at Oleh : Asep Saepul Adha Di pagi yang masih malam, ketika kegelapan masih menyelimuti langit, suasana subuh yang syahdu mulai menjalar. Udara sejuk merangkum bumi dalam dekapannya yang tenang. Suasana sunyi hampir meresap ke dalam jiwa, seolah alam memohon untuk sejenak merenungi keindahan ciptaan-Nya. Seperti biasanya, sambil menunggu adzan subuh berkumandang kami membaca beberapa ayat Al Qur'an, sesuai kata pak ustadz "nggak banyak juga nggak apa-apa, asal dawam/konsisten. Menjelang adzan saya berangkat ke mesjid. Terlihat di ufuk timur, gumpalan awan mulai terpilin oleh jari-jemari mentari yang hendak muncul. Cahaya merah keemasan membelai langit, mengumbar harapan bagi hari yang akan datang. Diiringi gemericik air mancur dari kolam ikan memecah kesunyian, mengajak jiwa untuk berlayar dalam ketenangan, aku melangkah menuju garasi mengambil motor kemudian berangkat ke Masjid untuk melaksanakan tugas sebagai hamba Allah,...