Dari Kurban Kita,
Apa Yang Diharapkan Allah
Sebentar lagi kita akan memasuki bulan Dzulhijjah, di bulan itu ada dua macam ibadah yang dilakukan, pertama Puasa Hari 'Arofah dan Puasa hari Tasyu'a, yang kedua adalah Ibadah Kurban.
Kata qurban berasal dari bahasa Arab qariba – yaqrabu – qurban wa qurbanan wa qirbanan, yang artinya dekat . Dalam konteks ritual penyembelihan hewan ternak, qurban artinya mendekatkan diri kepada Allah melalui tindakan tersebut.
Saat itu orang berlomba-lomba untuk menyembelih bintang kurban yang paling baik bahkan yang paling besar.
Allah subhanahu wa ta’ala berfirman,
لَنْ يَنَالَ اللَّهَ لُحُومُهَا وَلَا دِمَاؤُهَا وَلَكِنْ يَنَالُهُ التَّقْوَى مِنْكُمْ
“Daging-daging unta dan darahnya itu sekali-kali tidak dapat mencapai (keridhaan) Allah, tetapi ketakwaan dari kamulah yang dapat mencapainya.” (QS. Al-Hajj: 37)
Mengenai ayat di atas, Syaikh As Sa’di berkata, "Ingatlah, bukanlah yang dimaksudkan hanyalah menyembelih saja, dan yang Allah harap bukanlah daging dan darah qurban tersebut, karena Allah tidak butuh pada segala sesuatu dan Dialah yang pantas diagungkan."
Dari ibadah kurban, yang diterima Allah adalah niat yang salih, keikhlasan, dan intisab (selalu mengharap pahala dari-Nya)
Oleh karena itu, ketika Allah berkata, "Ketakwaan dari kamulah yang dapat mencapai ridha-Nya", seseorang seharusnya berqurban dengan ikhlas, bukan karena riya' atau berbangga dengan kekayaan yang mereka miliki, dan bukan karena itu hanya kebiasaan tahunan.
Ini harus ada dalam ibadah lainnya. Jangan sampai amalan kita hanyalah kulit yang tidak ada isinya atau jasad yang tidak ada ruhnya.
Sudahkah kita melakukan qurban sebagai cara untuk menjadi lebih takwa? Jika belum, mari kita ulangi niat qurban kita.
Komentar
Posting Komentar